TUGAS
INDIVIDU
ETIKA
BISNIS
NAMA : Natessa Sharen
KELAS : 3EA26
NPM : 17214838
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi
oleh PT. XYZ yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT
Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai
jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk “X” juga
mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk
kelasnya. Selain di Indonesia produk “X” juga
mengekspor produknya ke luar Indonesia.
Obat anti-nyamuk “X” yang diproduksi
oleh PT XYZ dinyatakan ditarik dari peredaran karena
penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi
Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik “X” dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan
manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan,
gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
Produk “X” yang
promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya
karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan
Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat
anti-nyamuk “X” yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis “X” 2,1 A (jenis semprot) dan “X” 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga
Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT XYZ ke Kepolisian
Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang
pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan,
setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk “X”.
ANALISIS :
1.
ETIKA PRODUKSI
Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan
nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan
dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.
Berdasarkan
kasus diatas dapat diketahui bahwa perusahaan XYZ memproduksi barang yang
membahayakan bagi konsumen sedangkan dalam promosi dikatakan bahwa produk
tersebut aman sehingga melanggar etika produksi. Menurut pendapat saya setiap
perusahaan dalam memproduksi suatu produk tidak hanya untuk mencari keuntungan
semata namun harus tetap memperhatikan mutu dan juga keamanannya apabila
dikonsumsi oleh konsumen. Sebaiknya perusahaan XYZ memberikan tata cara
penggunaan produk X tersebut dengan baik dan benar sehingga tidak akan
menimbulkan keracunan bagi penggunan obat anti nyamuk tersebut, misalnya
setelah menggunakan obat nyamuk tersebut pengguna tidak boleh ada di ruangan
tersebut selama setengah jam. Perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya
juga perlu memberikan informasi yang jujur, jelas dan juga benar terkait
produknya sehingga konsumen tidak hanya mengetahui manfaat tetapi mengetahui
bahan – bahan apa saja yang terkandung didalam produk tersebut.
2.
ETIKA PEMASARAN
Menurut W Stanton pemasaran
adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan
jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial. Perusahaan XYZ melakukan promosi
yang mengatakan bahwa produk “X” merupakan produk yang murah dan paling tangguh
di kelasnya. Perusahaan pada saat menghasilkan produk pasti memasarkan
produknya untuk dapat dikenal masyarakat secara luas begitupun juga yang
dilakukan oleh perusahaan XYZ. Dalam memasarkan suatu produk seharusnya pihak
perusahaan memberikan informasi yang jujur mengenai produknya. Informasi yang
di iklankan dengan kenyataannya harus sesuai agar konsumen mengetahui tentang
produk tersebut.
3.
ETIKA SUMBER
DAYA MANUSIA
Dalam perusahaan pasti memiliki sumber daya manusia
seperti pimpinan, pegawai, staff, dan anggota – anggota nya untuk mengelola
kegiatan usahanya. Setiap sumber daya manusia memiliki tanggung jawab yang
berbeda – beda. Berdasarkan kasus diatas dapat diketahui bahwa perusahaan XYZ
menggunakan bahan – bahan yang berbahaya dalam pembuatan produk “X”. disini
perlu diperhatikan bahwa terdapat kesalahan yang dilakukan oleh bagian
produksi. Seharusnya menggunakan bahan -
bahan yang aman bagi konsumen. Pada kasus ini pihak yang bertanggung
jawab tidak hanya bagian produksi tetapi semua pihak pun ikut bertanggung
jawab. Pada saat pembuatan produk tersebut alangkah baiknya diteliti terlebih
dahulu apakah berbahaya atau tidak sehingga nantinya tidak membuat citra
perusahaan menjadi buruk.
Menurut pendapat saya perusahaan XYZ telah melakukan
tanggung jawabnya dengan menarik produk anti nyamuknya agar tidak semakin
banyak konsumen yang menjadi korban dan untuk kedepannya diharapkan menggunakan
bahan yang aman serta lebih memberikan informasi yang jelas kepada konsumen
mengenai cara pemakaian produknya.
Carroll
dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen
dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya :
ü
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari
model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang
memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa
yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun
bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang
tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan
kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
ü
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas
dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen,
manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama
sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini,
yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang
dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat
sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain.
Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah
aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini
mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan
dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal
manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku,
dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer
yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada
aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar
etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya
ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang
berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk
bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari
pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
ü
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari
penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level
standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer
yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang
berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam
kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan
keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara
legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti
keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi
mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga
aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang
disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan
menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
Menurut
pendapat saya kasus yang terjadi pada produk “X” tersebut masuk kedalam
kategori amoral manajemen dimana pengusaha tidak sengaja berbuat
amoral (unintentional amoral manager).
Tipe ini beranggapan bahwa
pengusaha kurang peka, bahwa dalam
segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung
akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan
bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi
etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka
tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan
pihak lain atau tidak.
ü
Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
- Agama
Agama adalah sumber dari segala moral
dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak
boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi
kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di
jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang
baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam
organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan
fathanah.
- Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika yang
dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian
perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat.
Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber
dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.
- Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan
budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan
nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas
tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok
atau suatu komunitas yang lebih besar.
- Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang
bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan
nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika.
Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang
bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Selain
hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan
informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada
suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional.
Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur
serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu
komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala
penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
Sumber : https://sitinovianti.wordpress.com/2015/10/24/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai-etika-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika-manajerial/
Komentar
Posting Komentar